Ilmuwan Ungkap Mutasi COVID-19 yang Lebih Mematikan pada Pasien Kritis
Sebuah makalah studi dari SAGE menunjukkan bahwa virus Corona bermutasi dan membuat pasien kritis hingga meninggal lebih cepat daripada gelombang pertama.
The New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (NERVTAG) mengatakan temuan ini menunjukkan bahwa virus Corona yang ada saat ini menjadi lebih menular. Tetapi, para peneliti mengatakan di Inggris tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari dan memahami apakah mutasi ini bisa berbahaya.
Para ilmuwan di NERVTAG yang bekerja sama dengan kelompok penasihat ilmiah SAGE, mengatakan ada kemungkinan bahwa perubahan ini bisa meningkatkan kemampuan virus Corona untuk menyebar.
"Di Inggris, para peneliti saat ini memantau apakah mutasi virus ini terjadi, tetapi tidak secara sistematis memeriksa apakah mutasi ini 'materi'. Ini adalah celah penting dalam pengetahuan kami," tulis para ilmuwan yang dikutip dari Mirror UK, Senin (26/10/2020).
"Kami saat ini kekurangan kemampuan di Inggris untuk secara cepat dan sistematis menilai signifikansi biologis dari perubahan genetik yang terdeteksi," lanjutnya.
Berdasarkan data COVID-19 Clinical Information Network (CO-CIN), pasien virus Corona di Inggris saat ini meninggal lebih cepat dari saat pandemi pertama kali muncul.
Sampai 1 Agustus lalu, pasien rata-rata meninggal 13 hari setelah gejala seperti batuk, demam, atau hilangnya kemampuan perasa dan penciuman hilang. Periode waktu itu turun menjadi rata-rata pada pasien pria menjadi 7 hari, sedangkan pada wanita 6 hari.
Namun, penurunan waktu ini telah dijelaskan oleh turunnya angka kematian dan lebih banyak pasien yang sembuh. Di sisi lain, penasihat ilmiah pemerintah melihat Inggris mendapatkan jumlah kasus yang sangat besar per harinya, yaitu 53.000 - 90.000.
"Konsensus pemodelan menunjukkan bahwa antara 53.000 dan 90.000 infeksi baru per hari mungkin terjadi. Dan jelas dengan jumlah infeksi itu, Anda mengharapkan peningkatan rawat inap juga. Jumlah infeksi secara keseluruhan di seluruh negara terus meningkat," jelas Sir Patrick.
https://cinemamovie28.com/insidious-the-last-key/
Studi Ungkap Gejala COVID-19 yang Bisa Picu Gangguan pada Otak
Dari sekian banyak gejala COVID-19 yang dikeluhkan pasien Corona, ada dua di antaranya yang disebut berisiko memicu gangguan pada otak. Gejala COVID-19 tersebut berkaitan dengan neurologis.
Para dokter memperingatkan hal ini bisa memicu gangguan otak bahkan mengganggu kondisi mental yang bisa berubah drastis. Studi di Inggris terkait dengan COVID-19 Symptoms App menunjukkan beberapa gejala COVID-19 tak biasa.
Data mereka menunjukkan pasien COVID-19 banyak yang mengalami delirium dan kebingungan akut. Dokter mengingatkan gejala COVID-19 ini bahkan bisa dialami pasien COVID-19 yang sebelumnya mengeluhkan gejala ringan.
Sebuah penelitian yang diterbitkan di US National Library of Medicine National Institutes of Health, komplikasi delirium pada pasien COVID-19 tengah diselidiki. Catatan studi mereka menunjukkan beberapa pasien COVID-19 menunjukkan gejala pada sistem saraf pusat.
"COVID-19 sebagian besar adalah penyakit pernapasan. Namun, beberapa kasus menunjukkan fitur lain termasuk gejala sistem saraf pusat," ujar studi dikutip dari Express UK.
"Pada orang dewasa yang lebih tua, COVID-19 mungkin muncul dengan gejala atipikal, termasuk delirium dan komplikasinya," kata para peneliti.
Siapa yang paling berisiko terkena gejala COVID-19 yang memicu gangguan pada otak?
"Orang tua berada pada risiko terbesar dari COVID-19 dan jika terinfeksi, mereka mungkin mengalami delirium," jelas studi tersebut.
Tanda-tanda pasien COVID-19 mengalami delirium
- Sering berkeringat
- Perubahan akut pada kondisi mental dan perilaku
- Mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran pada lingkungan sekitar
Kaitan pasien COVID-19 dengan delirium
"Tepat pada awal pandemi, kami melihat bahwa pasien dengan virus Corona datang dengan mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar," jelas Dr Claire Steves, konsultan ahli geriatri.
"Pertanyaan besarnya adalah apakah orang dengan virus corona mengembangkan delirium karena virus tersebut memiliki efek yang sangat besar pada tubuh dan sistem kekebalan, seperti yang mungkin kita lihat pada infeksi lain, atau adakah sesuatu yang lebih spesifik dengan virus corona dan otak?" lanjutnya.
Dr Steve menduga virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan COVID-19, dapat memasuki sel saraf di otak, mengganggunya dan menyebabkan gejala delirium.
Komentar
Posting Komentar