Kasus Meningkat, WHO Tegaskan Tak Bisa Prediksi Penyebaran COVID-19

Sejak akhir Desember 2019 lalu, jumlah kasus COVID-19 semakin meningkat. Saat ini, dikutip dari South China Morning Post kasus akibat virus corona mencapai 71.326.

Dengan terus meningkatnya kasus COVID-19 ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak bisa bahkan mustahil untuk memprediksi jalur penyebarannya di masa depan. Hal ini dikatakan pihak WHO pada Minggu (16/2) malam lalu.

Hingga saat ini, pemerinta China masih terus berusaha keras untuk menahan wabah virus corona COVID-19 semakin menyebar. Usaha ini dinilai cukup membantu untuk menahannya.

Mi Feng, juru bicara Komisi Kesehatan Nasional mengatakan sejak 27 Januari lalu sampai Sabtu (15/2) proporsi orang yang terinfeksi menurun, sampai 22 persen. Hal ini dianggap karena keberhasilan dari efek kontrol coronavirus yang dilakukan.

Pemerintah China juga menahan wabah dengan membatasi secara ketat kendaraan yang lalu lalang di Hubei, kecuali petugas kesehatan atau sejenisnya. Bahkan, Kota Xiaogan yang merupakan tetangga Wuhan juga mulai melarang warganya meninggalkan rumah sejak hari Minggu.

Penularan COVID-19 saat ini semakin menyebar ke 25 negara. Menewaskan 1.775 orang, 5 diantaranya terjadi di luar daratan China.

Kabar baiknya, lebih dari 10.000 orang sudah bisa pulih atau sembuh dari infeksi virus tersebut.

Beredar Penampakan Paru-paru yang Terinfeksi Virus Corona COVID-19

Para ahli radiologi internasional baru-baru ini mempublikasikan hasil review terhadap kondisi paru-paru pasien virus corona COVID-19. Bercak putih yang disebut ground glass opacity menjadi salah satu ciri khasnya.
Laporan tersebut difokuskan pada 138 pasien virus corona yang dirawat di rumah sakit di Wuhan. Dikatakan, paru-paru normal seharusnya berwarna hitam. Sedangkan pada pasien COVID-19, teramati bercak atau flek putih yang merupakan cairan.

Flek tersebut sebenarnya tidak spesifik untuk virus corona COVID-19, berbagai infeksi lain juga dicirikan dengan bercak serupa. Namun para ilmuwan melihat pola yang berbeda dan lebih langka pada COVID-19.

Fenomena serupa juga ditemukan pada pasien SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Repiratory Syndrome). Seperti halnya COVID-19, keduanya juga disebabkan oleh infeksi virus corona.

Dari hasil analisis, para ilmuwan menyimpulkan ada tiga komponen esensial pada diagnosis virus corona. Ketiganya adalah demam dan batuk, bercak 'ground glass' di kedua paru, dan riwayat kontak dengan seseorang dari Wuhan.

Para ilmuwan menambahkan bahwa CT scan saja tidak cukup untuk mendiagnosis. Beberapa faktor lain juga dibutuhkan seperti gejala, riwayat klinis, dan tes laboratorium.

Suka Berenang Tapi Napasnya Nggak Kuat? Ini Tips dari 'Aquaman'

Dijuluki sebagai Aquaman Indonesia tentu Jeremiah Lakhwani sangat mahir dalam olahraga air, seperti freediving. Bahkan ia bisa bertahan napas selama 2,45 menit dan menyelam hingga kedalaman 12 meter di dalam air.
Ditemui detikcom di The Pallas, Jakarta Selatan, pada Minggu (16/2/2020), Jeremiah mengatakan siapa pun bisa mahir melakukan freediving, dimulai dari belajar menahan napas.

"Kalian belajar bertahan napas dulu di darat, belajar di darat dulu. Karena freedive kan olahraga menyelam di dalam laut," kata Jeremiah.

Menurut Jeremiah, lamanya menahan napas di atas darat akan menjadi perbandingan ketika di dalam air. Sebab umumnya orang akan bergerak ketika di dalam air, dan itu bisa membuat kemampuan menahan napas menjadi berkurang.

"Jadi kalau di darat bisa 1 menit, dan di air sambil gerak bisa tahan sampai 1 menit juga, itu berarti sudah bagus," ucap Jeremiah.
https://cinemamovie28.com/harry-potter-and-the-deathly-hallows-part-1/

Komentar

Postingan Populer