Santap Daging Saat Idul Adha, Lebih Baik Diolah Rendang atau Sate?

Santap daging saat Idul Adha banyak pilihannya. Bisa diolah menjadi rendang, tetapi tidak sedikit pula yang memilih untuk dibuat sate.
Daging kambing maupun sapi, dibalut dengan kuah santan kental memang umumnya disukai banyak orang. Pun jika dibuat sate, aroma dari asap yang mengepul pada daging yang dibakar menambah jiwa kalap seseorang jika mencium baunya.

Kenikmatan keduanya membuat sulit memilih rendang atau sate untuk dikonsumsi. Dari keduanya, mana ya yang lebih baik untuk kesehatan?

Menurut dr Vito A Damay, SpJP, spesialis jantung dari RS Siloam Hospital Lippo Village, daging sate lebih baik dikonsumsi daripada rendang. Sebab, rendang mengandung santan, sehingga memiliki kontribusi lemak lebih banyak.

"Dibanding digoreng, makanan memang lebih baik dibakar. Sate kan masaknya dibakar. Lalu, kalau membuat sate, yang diambil hanya dagingnya bukan lemaknya. Jadi, memang lebih baik sate," ucap dr Vito saat dihubungi detikcom.

Berhubung sedang hari raya, dr Vito menilai setiap orang bebas memilih untuk menyantap daging yang dimasak menjadi rendang maupun sate. Hal itu dikarenakan setiap orang tentunya memiliki selera yang berbeda-beda, asalkan porsinya tidak berlebihan.

"Makan daging kan tergantung selera masing-masing, sehingga orang berhak memilih yang mereka sukai. Asalkan, diiringi dengan konsumsi sayur-sayuran," pungkasnya.

WHO Ingatkan Usia Muda Jangan Remehkan Corona, Masih Ada Risiko Fatal

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan usia muda bukan berarti kebal virus Corona. Usia muda menjadi salah satu penyumbang kasus Corona tertinggi di beberapa negara.
Sementara kematian karena Corona yang terjadi pada usia muda memang umumnya lebih rendah. Namun, pasien Corona usia muda kemungkinan memiliki gejala Corona lebih lama bahkan usai dinyatakan negatif atau pulih dari Corona.

"Kami telah mengatakannya sebelumnya dan kami akan mengatakannya lagi, orang-orang muda tetap berisiko saat terpapar Corona," kata Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers di kantor pusat WHO, Jenewa, dikutip dari CNBC International pada (31/7/2020).

"Orang-orang muda dapat terinfeksi, orang-orang muda dapat mati, dan orang-orang muda dapat menularkan virus kepada orang lain," katanya.

Tedros mengaku peringatan risiko serius terkait virus Corona bagi anak muda memang menjadi tantangan tersendiri bagi WHO. Sementara Dr Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit dan zoonosis WHO, mengatakan mayoritas orang muda cenderung memiliki gejala virus Corona COVID-19 yang lebih ringan, tetapi bukan berarti semua usia muda saat terpapar memiliki gejala ringan. Beberapa usia muda bahkan mengalami sakit parah hingga meninggal.

"Bahkan orang yang memiliki penyakit ringan, beberapa dari mereka akan sembuh dengan baik. Tetapi beberapa dari mereka memiliki efek jangka panjang, dan kami baru mulai benar-benar belajar tentang ini," kata Maria Kerkhove.

Maria menambahkan, ada usia muda yang mengalami gejala berat seperti mengidap kelelahan ekstrem, sesak napas, atau kesulitan melanjutkan kegiatan normal seperti kembali bekerja atau gym bahkan setelah mereka pulih.

"Kami sedang belajar apa artinya itu," katanya.

Kerkhove mengatakan ada sejumlah hal yang dapat dilakukan usia muda untuk mencegah penyebaran virus Corona, termasuk mencuci tangan, menjaga jarak sosial, mengenakan masker dan menghindari tempat-tempat ramai seperti bar.

"Kami secara konsisten melihat klub malam sebagai penguat transmisi," katanya.

"Ini sangat disayangkan karena tahu bahwa kaum muda ingin melanjutkan kegiatan normal," lanjutnya.
https://cinemamovie28.com/my-sons-women-2/

Komentar

Postingan Populer