Dubai Bolehkan Warga Bukber, Syaratnya Maksimal 5 Orang

Momen Ramadhan biasanya diwarnai dengan kegiatan buka puasa bersama atau biasa disebut bukber. Namun, karena pandemi virus Corona COVID-19, hal ini berubah.
Di Indonesia contohnya, Menteri Agama Fachrul Razi lewat surat edaran panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1441 Hijriah meminta sahur bersama dan bukber ditiadakan. Tujuannya demi mencegah penyebaran virus Corona yang lebih luas di tengah masyarakat.

Terkait hal tersebut, tak semua tempat di dunia benar-benar meniadakan bukber. Pemerintah Dubai dikabarkan masih mengizinkan orang-orang mengadakan bukber namun dengan syarat.

Komite Manajemen Krisis dan Bencana Dubai mengatakan seseorang boleh mengadakan acara bukber di rumah bila anggotanya tak lebih dari lima orang dan merupakan keluarga atau kerabat dekat. Sementara itu bukber yang diadakan di luar hanya diizinkan bila tak melebihi 30 persen kapasitas maksimal restoran atau tempat makan.

Durasi bukber di luar rumah juga dibatasi hanya sekitar 1-2 jam per hari.

"Keputusan ini dibuat berdasarkan dampak positif dari upaya pencegahan selama beberapa minggu terakhir," tulis Komite Manajemen Krisis dan Bencana Dubai yang diunggah oleh akun Twitter resmi Kantor Media Dubai.

Ancaman Kerusakan Paru usai Sembuh dari Corona

Dalam sebuah laporan peneliti dalam jurnal Radiology pada Maret lalu, 66 dari 70 pasien COVID-19 yang sembuh dari gejala berat dan sempat mengalami pneumonia menunjukkan tanda-tanda kerusakan paru ketika menjalani pemindaian CT scan. Pemindaian ini dilakukan sebelum pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuhui Wang, ahli radiologi di Universitas Sains dan Teknologi Huazhong di Wuhan, China, menyebut di antara kerusakan visual yang nampak, ditemukan adanya gumpalan padat jaringan keras yang menghalangi pembuluh darah. Terdapat juga lesi jaringan yang menjadi tanda-tanda potensi penyakit paru kronis.

Kerusakan ini serupa pada pasien yang sembuh dari SARS dan MERS, penyakit yang juga disebabkan oleh virus Corona. Menurut penelitian jangka panjang pada pasien SARS, sekitar sepertiga dari mereka yang pulih mengalami kerusakan paru permanen. Sementara pada pasien MERS, secara umum terdapat kerusakan paru yang ditemukan tujuh bulan setelah sembuh.

"Perbedaannya adalah, bisa jadi pasien COVID-19 yang pulih akan menghadapi masalah yang lebih serius. Jika pada pasien SARS dan MERS, dampaknya hanya terjadi pada satu paru-paru, maka COVID-19 mempengaruhi keduanya," demikian dikutip dari Medical Daily.

Sebanyak 75 dari 90 pasien yang dirawat di Rumah Sakit Universitas Huazhong dengan kasus pneumonia COVID-19, kerusakan sudah terlihat pada kedua paru-paru. Ketika pemindaian CT dilakukan sebelum dipulangkan, 42 dari 70 pasien menunjukkan jenis lesi di sekitar alveoli yang lebih mungkin berkembang menjadi bekas luka.

Oleh karena itu, perang melawan COVID-19 mungkin tidak berhenti setelah mereka pulih atau saat pandemi mereda. Kondisi penyakit paru kronis tentu dapat mempengaruhi kondisi sesseorang dalam jangka panjang.

Per studi kasus yang dilakukan di Wuhan, ada kemungkinan luka di paru-paru pseun dapat sembuh dan menghilang. Namun beberapa pasien dengan kelainan paru akan mengalami jaringan parut dan berkembang menjadi fibrosis paru.

Sejumlah pasien berisiko mengalami kondisi tersebut, terutama lansia dan pasien dengan penyakit komorbid.

Komentar

Postingan Populer