Eksotisme Maluku Utara dan Halmahera, Tidak Ada Duanya (4)

Rencana awal adalah dengan menggunakan kapal fery, tapi karena jadwalnya masih lama, saya putuskan untuk naik kapal kecil yang lebih cepat di dermaga lain (khusus speedboat), meskipun biayanya lebih mahal.

Tiba di Pelabuhan Tidore, tim Kie Matubu langsung berangkat menuju basecamp Gurabunga. Dengan mencarter Toyota Terios putih, kami pun melibas trek pesisir utara Kepulauan Tidore. Karena hari sudah siang, saya putuskan makan siang di kota Tidore dengan menu standar ayam penyet di salah satu kedai makan di pusat kota.

Selesai makan siang perjalanan dilanjutkan menuju basecamp Gurabunga. Tiba di Desa Gurabunga, saya sangat surprise dengan kebersihan dan kerapihan penataan desanya. Ternyata Desa Gurabunga adalah pemenang lomba desa terbersih tingkat nasional beberapa tahun lalu.

Dengan fakta ini saya menjadi lebih mencintai kawasan ini (Maluku Utara) di samping keramahan penduduknya juga karena kesadaran masyarakatnya dalam pola hidup bersih dan pelestarian lingkungannya.

Tidak ada perijinan khusus ataupun persyaratan administrasi untuk mendaki Gunung Kie Matubu ini. Tim guide hanya memberitahukan kepada pengurus desa perihal maksud kedatangan kami dan setelah itu pendakian dimulai tepat dari belakang Desa Gurabunga.

Desa berketinggian 600 mdpl ini sebenarnya cukup panas menurut saya, dan memang demikian, meskipun kami mendaki di dalam hutan2 perkebunan penduduk yang termasuk rimbun tetapi masih terasa panas untuk ukuran saya. Dua jam pertama pendakian, kami melalui perkebunan alpukat, durian, nangka dan tentunya pala sebagai ciri khas rempah maluku.

Sepanjang perjalanan saya cukup heran dengan buah-buahan yang berserakan busuk dimakan bakteri pengurai tanpa ada orang yang berusaha mengambilnya. Ternyata memang orang desa di Gurabunga tidak mungkin bisa memanen hasil kebun jauh di atas desanya karena jumlah mereka tidak sebanding dengan luasnya lahan pertanian dan perkebunan di kaki Gunung Kie Matubu ini.

Intinya banyak durian, alpukat, nangka, dll matang yang berserakan di sepanjang perjalanan dan tidak pernah sempat dimakan manusia.

Hutan Gunung Kie Matubu cukup unik karena jenis hutan tropis ini cukup lengkap memiliki jenis tumbuhan berdasar ketinggian. jika di bawah ada tanaman buah dan pala, maka semakin ke atas berganti dengan rimbunnya hutan bambu. Di sekitar pos dua ada sebuah rumah adat sebagai simbol persembahan orang Desa Gurabunga yang biasa digunakan dalam ritual adat tertentu.

Aturan mereka jelas, semua pendaki dilarang mendekati rumah adat yang sangat sakral itu (jika ingin pendakiannya aman dan selamat). saya kira ini local wisdom yang khas di sana, karena itu saya ikuti semua aturan lokal sebagai penghormatan budaya mereka.

Sore menjelang malam akhirnya kami tiba di pos lima (batas vegetasi) dan mendirikan camp untuk beristirahat. Ada yang unik di camp ini, tema2 guide Ternate pada awalnya mendirikan tenda untuk digunakan oleh kami malam ini, tetapi saya menolak untuk tidur di dalam tenda karena ketinggian kami masih di bawah 2000 mdpl dan bagi saya pribadi belum merasa perlu untuk masuk tenda pada ketinggian tersebut.

Komentar

Postingan Populer