Eksotisme Maluku Utara dan Halmahera, Tidak Ada Duanya (7)
Ternyata benar, setelah bebek tinoransa dihidangkan rasanya sangat mirip nasu palekko, bedanya hanya lebih spicy, rempah2nya (pala) lebih kuat dan ada menu tengah kangkung dan daun kasbi sebagai lalapannya. Lebih nikmat dan panas di lidah karena setelah makan dilanjut dengan minum air guraka dengan taburan kenari khas Halmahera menjadikan pengalaman kuliner saya bertambah.
Setelah kenyang makan puas di saung Tobelo, kami melanjutkan perjalanan untuk bertemu mba eci di unira. Selesai bertemu kami pun meluncur menuju basecamp mamuya tempat kediaman mba nasti. sekitar jam 7 malam kami pun tiba di mamuya.
Selesai silaturahmi dengan keluarga di Mamuya, kami pun packing kembali perlengkapan yang akan digunakan esok hari pada pendakian Gunung Dukono. Selesai packing kami pun seharusnya beristirahat, tetapi ada satu suguhan khas lokal (welcome drink) Tobelo yang biasa disuguhkan untuk tamu2 dari jauh sebagai simbol kekerabatan.
Atas nama budaya, saya pun menerima jamuan tersebut dan akhirnya kami pun ngobrol panjang lebar bertukar cerita budaya kami masing2 dengan diselingi canda tawa efek "tjap tikoes" yang kami nikmati malam itu. hmm….sebuah suasana yang sangat saya inginkan untuk terulang kembali suatu hari.
Rabu 5 Juni (day 6) #semuaadatiketnya.
Hari masih gelap, tapi kami semua sudah bangun dan siap untuk memulai pendakian ke Gunung Dukono. tim ekspedisi kali ini berjumlah delapan orang dan bertepatan dengan fajar menyingsing kami pun memulai perjalanan. perjalanan dimulai dari mamuya yang berketinggian 11 meter di atas permukaan laut. Tiga puluh menit berjalan kami pun tiba di area hot spring (air panas) Mamuya. saya melihat GPS dan surprise, ternyata ketinggian area ini adalah 13 meter DIBAWAH permukaan laut.
Sejenak saya berpikir apakah instrumen gps oregon 550i ini yang salah atau memang kami berada minus 13 meter dibawah permukaan laut? setelah saya kalibrasi ulang dua kali akhirnya saya yakin kalau kami memang berada 13 meter dibawah permukaan laut.
Satu jam berjalan selepas air panas Mamuya, kami menyusuri perkebunan kelapa. sepanjang mata memandang hanya hamparan nyiur melambai diselingi tanaman coklat dan palawija sampai akhirnya kami bertemu dengan sungai jernih yang cukup indah di tengah perkebunan kepala. selepas sungai kami mulai meninggalkan perkebunan kelapa dan masuk ke area bekas hutan inti Gunung Dukono.
Meskipun hutan2 disana 70% sudah artifisial, tetapi saya masih bisa membedakan mana hutan primer dan mana hutan produksi disana. tidak berapa lama kemudian kami tiba di area pohon kelapa hibrida dan karena cuaca cukup panas, akhirnya kami pun beristirahat disana. faiz sebagai anggota tim yang paling handal memanjat memperlihatkan kepiawaiannya dengan memanjat pohon kelapa dan menjatuhkan sekitar tujuh butir kelapa muda yang segar untuk kemudian menjadi menu pelepas dahaga kami.
Hampir tengah hari (7 jam perjalanan) kami mulai masuk ke hutan inti Gunung Dukono. hutannya mirip dengan hutan montana di Jawa. hanya bedanya disini kita akan sering melalui (menyeberangi) sungai2 lava sepanjang perjalanan menuju puncak. sepertiga perjalanan terakhir, jalurp pendakian menjadi curam dan cukup rawan di beberapa bagian karena jurang2 di kanan kiri cukup dalam sedangkan jalur yang kami lalui cukup sempit dengan tanpa pengaman.
Komentar
Posting Komentar