Hilang Penciuman Akibat COVID-19 Diperkirakan Bertahan 5 Bulan
Kehilangan indra penciuman dan perasa atau anosmia merupakan ciri khas terinfeksi virus Corona COVID-19.
Dikutip dari laman Health Day, menurut salah satu peneliti dr Nicolas Dupre, yang juga direktur klinik penyakit neuromuskuler dan neurogenetik di Laval University di Quebec, kehilangan kemampuan mencium dan merasa cukup umum terjadi pada penyakit menular tapi pada COVID-19 efeknya jauh lebih penting.
dr Nicolas menjelaskan, pada virus lain, bau dan rasa biasanya bisa kembali setelah sinus bersih. Tetapi pada COVID-19, virus mungkin menembus area kecil di otak yang disebut olfactory bulb, yang penting untuk pengenalan penciuman.
"Virus mungkin membunuh beberapa sel di olfactory bulb, dan itulah mengapa Anda memiliki efek jangka panjang," jelasnya.
Selain itu, dia juga mengatakan, kehilangan indra penciuman dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. Bahkan ketika kemampuan itu kembali, bisa berbeda dari sebelum virus menyerang.
Bisa permanen
Pada beberapa orang, hilangnya bau mungkin permanen, tapi itu belum jelas, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
"Kami masih berpikir bahwa pada 80 persen orang tidak berdampak signifikan pada penciuman mereka. Jadi, kebanyakan orang akan pulih, tetapi dalam persentase kecil, mungkin permanen, jadi ini bisa menjadi bagian dari kecacatan jangka panjang. yang kita lihat di COVID-19," kata Dupre.
Kehilangan penciuman
Untuk penelitian tersebut, peneliti mengumpulkan data lebih dari 800 petugas kesehatan yang terpapar COVID-19. Para peserta disuruh untuk menyelesaikan survei online dan tes di rumah untuk mengevaluasi indera perasa dan penciuman sekitar lima bulan setelah diagnosis
Sebanyak 580 orang kehilangan indra penciuman selama awal penyakit. Dari kelompok ini, sebanyak 297 peserta atau 51 persen mengatakan mereka masih belum mendapatkan kembali indra penciumannya lima bulan kemudian.
Sementara itu sebanyak 134 peserta atau 17 persen, secara terus-menerus kehilangan penciuman saat dievaluasi dengan tes di rumah.
Sebanyak 527 peserta kehilangan indra perasa selama awal sakit.
Dari kelompok ini sebanyak 200 orang atau 38 persen, mengatakan mereka masih belum mendapatkan kembali indra perasa mereka lima bulan kemudian.
Sementara itu sekitar 73 orang atau 9 persen, terus-menerus melaporkan kehilangan indra perasa saat dievaluasi dengan tes di rumah.
"Ini adalah bagian dari apa yang kami sebut dengan long COVID," jelas dr Thomas Gut director of the COVID recovery program at Staten Island University Hospital in New York City.
https://indomovie28.net/movies/arini-masih-ada-kereta-yang-akan-lewat/
Kondisi Ashanty Pasca Positif COVID-19, Sempat Memburuk karena Autoimun
Pasca dikabarkan Ashanty positif Corona, kondisinya disebut memburuk dan dibawa ke rumah sakit. Suaminya, Anang Hermansyah, mengatakan kodisi istrinya memburuk akibat autoimun yang diidapnya.
"Autoimun ini yang bisa trigger macam-macam. Trigger dipaksa ke rumah sakit dicek darah D-dimer-nya tinggi kekentalan darahnya sangat kental. Kalau ini nutupin saluran-saluran di pernapasan ini yang nggak bisa dikendalikan," kata Anang Hermansyah.
D-dimer seringkali diperiksa pada pasien COVID-19. Ini karena banyak pasien Corona yang mengalami pembekuan darah yang bisa dipicu berbagai hal, salah satunya reaksi imunitas.
Saat infeksi terjadi, virus SARS-CoV-2 akan menyebabkan gangguan pembekuan darah atau koagulopati. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya penggumpalan darah atau thrombosis di vena, atau pembuluh darah balik yang mengalir ke jantung.
Selain itu, bisa menyumbat pembuluh darah dari jantung ke paru-paru, sehingga jika terjadi dapat menyebabkan kematian.
"Parameter untuk memeriksa apakah ada gumpalan darah inilah D-dimer itu," jelas dokter jantung dari RS Siloam dr Vito A Damay, SpJP(K).
Meski sempat kritis, Anang mengungkapkan kondisi Ashanty sudah semakin membaik. Ia mengatakan, CT Value istrinya itu kini sudah berada di angka 31.
"Pokoknya semua CT-nya sudah naik 31, alhamdulillah," ujar Anang Hermansyah.
CT Value merupakan angka yang cenderung menunjukkan banyak atau tidaknya jumlah virus di dalam tubuh. Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo mengatakan, semakin tinggi angka CT Value biasanya semakin sedikit jumlah virusnya.
Komentar
Posting Komentar