Digunakan di China, Anal Swab Lebih Baik untuk Deteksi COVID-19?
Setelah transmisi lokal COVID-19 dilaporkan di beberapa wilayah China, termasuk Beijing, pihak berwenang mulai menggunakan anal swab sebagai cara mendeteksi Corona.
Beberapa ahli di China mengatakan metode anal swab adalah cara yang lebih akurat untuk menguji COVID-19 karena jejak virus lebih lama berada di anus daripada di saluran pernapasan.
Li Tongzeng, seorang dokter senior dari rumah sakit Beiking's Youan, mengatakan pada media lokal CCTV bahwa swab anal dapat meningkatkan tingkat deteksi orang yang terinfeksi.
"Kami menemukan bahwa beberapa pasien tanpa gejala cenderung pulih dengan cepat. Kemungkinan tidak ada jejak virus di tenggorokan mereka setelah tiga hingga lima hari," kata Tongzeng.
"Tetapi virus bertahan lebih lama dari sampel yang diambil dari saluran pencernaan dan kotoran pasien, dibandingkan dengan yang diambil dari saluran pernapasan. Jika kita melakukan usapan anal untuk pengujian asam nukleat, itu akan meningkatkan tingkat deteksi pasien dan menurunkan kemungkinannya dari diagnosis yang terlewat," lanjutnya.
Dikutip dari laman Health, swab anal sebenarnya telah digunakan di China untuk mendeteksi jejak COVID-19 tahun lalu, terutama pada kelompok rentan di karantina. Namun teknik ini disebut tidak akan digunakan secara massal, sesederhana karena tekniknya 'tak nyaman'.
Penggunaan usap anal untuk mendeteksi COVID-19 masih tetap kontroversial. Yang Zhanqiu, wakil direktur departemen biologi patogen di Universitas Wuhan, mengatakan kepada Global Times bahwa swab hidung dan tenggorokan tetap menjadi tes yang paling efisien, karena virus terbukti berada di saluran pernapasan bagian atas, bukan sistem pencernaan.
Tetapi ada beberapa penelitian yang mendukung swab anal untuk COVID-19, setidaknya pada anak-anak. Sebuah makalah yang diterbitkan pada September 2020 oleh para peneliti di Chinese University of Hong Kong (CUHK) menemukan bahwa anal swab mungkin lebih efektif daripada tes pernapasan dalam mengidentifikasi infeksi COVID-19 pada anak-anak dan bayi karena mereka membawa viral load yang lebih tinggi di tinja mereka daripada orang dewasa.
https://nonton08.com/movies/falsely-accused-2/
Kisah Pendiri LeEco Bangkrut dan Jadi Buron
Di awal kemunculannya, LeEco berambisi menyaingi iPhone. Namun apa daya, vendor smartphone asal China ini malah bangkrut. Pendiri LeEco harus berurusan dengan hukum untuk mempertanggungjawabkan utang perusahaan yang menggunung.
Kisah pendiri LeEco yang bangkrut dan menjadi buron ini sempat ramai dan menyita perhatian publik di industri smartphone pada tahun 2017. Pendiri dan CEO LeEco Jia Yueting, saat itu dipanggil oleh China Securities Regulatory Commission (CSRC) untuk memenuhi kewajibannya.
Dihimpun detikINET dari berbagai sumber, Sabtu (30/1/2021) LeEco didirikan Jia pada 2011 dan sangat agresif berbisnis. Mereka membuat mobil listrik, sepeda, ponsel, video streaming dan masih ada yang lainnya. Tapi pada tahun 2016, LeEco mulai terengah-engah karena kehabisan uang.
Jia masuk daftar blacklist pengadilan China karena dianggap tak mampu bayar utang. Ia mengundurkan diri dari jabatan CEO pada Mei 2017, tapi masih menempati posisi Chairman. Kepada para pemegang saham, dia mengakui LeEco mengalami masalah keuangan lebih buruk dari yang diperkirakan.
Karena masalah ini, LeEco yang sebelumnya dikenal sebagai Netflix-nya China dikejar-kejar pemerintah China karena utang perusahaannya menggunung. Ia pindah ke Amerika Serikat dan menjadi buron. Jia berkilah harus tinggal di AS untuk mengurus Faraday & Future, startup miliknya yang mengembangkan mobil listrik.
Nasib malangnya belum berhenti. Pada 2019, Jia mengajukan kebangkrutan Chapter 11 di AS. Jia menyebut sudah membayar utang senilai USD 3 miliar, namun masih tersisa USD 2 miliar.
Kebangkrutan Chapter 11 artinya aset dan saham Jia diatur untuk membayar utangnya. Akan tetapi, Jia saat itu masih optimistis dapat bangkit. Dia bahkan berencana kembali ke China untuk mengembangkan Faraday & Future.
Komentar
Posting Komentar