Sama-sama Lebih Menular, Ini Bedanya Varian Corona Inggris Vs D614G
Belakangan ini diketahui bahwa varian baru virus Corona dari Inggris telah menyebar ke sejumlah negara. Jenis baru virus Corona ini diketahui lebih berbahaya dan menjadi penyebab lonjakan kasus COVID-19 di Inggris.
Jenis varian baru virus Corona ini diberi nama 'VUI - 202012/01' karena varian pertama yang diselidiki pada bulan Desember. Matt Hancock, Menteri Kesehatan Inggris menyebutkan bahwa varian baru virus Corona ini tumbuh lebih cepat dari varian sebelumnya. Varian ini dikenal juga dengan nama B117.
Beberapa negara telah melaporkan adanya varian baru Corona yang berasal dari Inggris seperti Denmark, Singapura, Australia, dan yang terakhir India.
Apa perbedaan varian yang ditemukan di Inggris dibandingkan dengan varian D614G yang sama-sama lebih menular dan sudah diidentifikasi keberadaannya di Indonesia?
Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia, Profesor Dr Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM, mengatakan tidak banyak yang berbeda dari varian yang sebelumnya D614.
"Tidak banyak berbeda, dari sisi beratnya, dari sisi fatalitas, dari sisi bikin kematiannya, virus yang baru ini tidak lebih gawat. Namun, menjadi serius kan jumlahnya jauh lebih cepat jauh lebih banyak," kata Prof Zubairi dalam konferensi pers yang disiarkan BNPB, Selasa (29/12/2020).
"Tetapi karena jumlahnya menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya, tentu signifikan untuk menjadi beban dari rumah sakit rujukan dan pengobatan dan juga nakes," pungkas Prof Zubairi.
Mutasi virus Corona D614G pertama kali dilaporkan Februari lalu di Eropa, menyusul laporan di Malaysia dan Singapura. Di awal September, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) juga mengkonfirmasi adanya mutasi jenis ini di Indonesia.
Sama dengan varian virus Corona yang ditemukan di Inggris, jenis D614G juga awalnya dikaitkan dengan kecepatan penularan. Belum ada bukti bahwa mutasi yang ditemukan membuat virus menguat atau melemah.
https://tendabiru21.net/movies/bound/
Uji Klinis Vaksin Sinovac Selesai, Izin ke BPOM Diajukan Januari 2021
Tim Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Universitas Padjadjaran akan melaporkan hasil riset ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pada awal Januari 2021 mendatang. Pelaporan ini dilakukan dengan data pengamatan 540 relawan (sampel) subset selama tiga bulan.
Pelaporan itu diajukan sebagai pertimbangan pemberian izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM untuk kandidat vaksin COVID-19 buatan Sinovac itu.
"Iya untuk 540 relawan itu pengamatannya sudah selesai akhir Desember ini," ujar Koordinator Lapangan Uji Klinis dari Unpad Eddy Fadlyana saat dihubungi detikcom, Selasa (29/12/2020).
Eddy mengatakan, laporan dari tim uji klinis di Bandung akan digabungkan dengan hasil uji klinis di Brasil dan Turki. "BPOM di sini yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan EUA, nanti datanya digabungkan dengan uji klinis di Brasil dan Turki, kedua negara itu sudah selesai duluan," tuturnya.
Eddy merinci, dalam laporan tiga bulan itu akan memuat data mengenai keamanan subjek uji klinis yang diamati setelah dua kali vaksinasi, imunogenisitas atau kemampuan tubuh membentuk antibodi dan efikasi vaksin.
"Jadi penelitian untuk pemberian EUA itu jumlah subjeknya kan 540 orang, itu diperiksa imunogenisitas, safety, dan efikasinya," ucapnya.
Uji klinis vaksin COVID-19 buatan Sinovac dilakukan perdana pada 11 Agustus 2020 di Kota Bandung. Uji klinis pertama dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan Unpad dan disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Selain di RS Pendidikan Unpad, uji klinis juga dilakukan di Balai Kesehatan Unpad di Dipati Ukur, kemudian empat puskesmas yakni di Puskesmas Garuda, Dago, Sukapakir dan Ciumbuleuit.
Komentar
Posting Komentar