Pandemi Masih Menghantui, Bakal Ada yang Susul Golden Truly
Golden Truly menambah deretan daftar pusat perbelanjaan yang tutup. Pandemi COVID-19 disebut-sebut menjadi penyebab para ritel semakin sengsara.
Executive Director Retailer Services Nielsen Indonesia Yongky Susilo memprediksi, ritel yang menjadi korban pandemi belum selesai. Diperkirakan bakal ada perusahaan ritel lainnya yang menyusul keputusan Golden Truly.
"Saya feeling bahwa masih akan ada lagi kalau ini tidak berhenti. Jadi kita minta masyarakatnya disiplin, tapi ditegasin, malah berantakan, angka kasus naik lagi," ucapnya kepada detikcom, Minggu (6/12/2020).
Yongki menjelaskan, industri ritel pada dasar sudah dalam beberapa tahun terakhir dalam keadaan tertekan. Masa terendah performa industri ini adalah ketika Pilpres.
"Intinya memang sudah lama ritel kita itu slow banget. Waktu pemilu sempat jatuh, biasa lah tahun pemilu orang pada takut belanja," terangnya.
Namun tahun lalu Yongki melihat industri ritel mulai sedikit bangkit. Sayangnya tiba-tiba pandemi COVID-19 muncul.
Pandemi telah membatasi pergerakan masyarakat. Masyarakat menengah ke atas masih cenderung takut untuk berbelanja dan memilih menumpuk uangnya di bank.
"Dan mereka juga berhenti berusaha. Jadi tidak ada penciptaan lapangan kerja baru. Uang mereka ditumpuk di bank," terangnya.
Selain tidak adanya niatan belanja di masyarakat menengah atas, daya beli masyarakat juga anjlok. Hal itu pun tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi 2 kuartal berturut-turut.
Kondisi itu membuat pelaku ritel sulit mendapatkan pemasukan. Sementara mereka tetap harus mengeluarkan biaya-biaya, mulai dari gaji pegawai, sewa tempat, hingga pajak.
"Akhirnya cashflow-nya habis, nggak bisa bertahan lagi," ucapnya.
https://nonton08.com/movies/the-piano-teacher/
PHK hingga Gelombang Tutup Toko Hantui Bisnis Ritel
Industri ritel menjadi salah satu lini bisnis yang lesu dihantam virus Corona. Kerugian besar menghantui sektor ritel di tengah lesunya kondisi bisnis ini.
Ketum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan bila kondisi ini terus berlanjut, gelombang tutup toko akan mengancam sektor ritel.
Bahkan ancaman itu sudah mulai berjalan sekarang. Dia mengungkapkan sudah beberapa toko ritel besar ditutup, perusahaan menutup toko demi menekan biaya operasional.
"Gelombang tutup toko ya. Itu sudah terjadi sekarang juga, lihat aja itu Ramayana, Hypermart, tutup toko, jadi itu kan karena memang secara perhitungan mereka mau mengurangi biaya. Ditutup lah toko-toko yang kinerjanya kurang baik dan merugi," ungkap Budihardjo kepada detikcom, Minggu (25/10/2020).
Bila banyak toko yang ditutup, otomatis kemungkinan PHK akan terjadi. Dia sendiri tidak memiliki data sejauh ini ada berapa orang yang di PHK, hanya saja sejak awal pandemi sudah ada puluhan ribu dirumahkan.
"Nah ini yang merugi makin banyak kan, maka makin banyak toko yang tutup, makin banyak yang berpotensi di-PHK. Kalau data pasti ini nggak ada, sejauh ini saja sudah ada puluhan ribu dirumahkan," kata Budihardjo.
Di sisi lain, Budihardjo pernah mengatakan sekitar 1,5 juta pegawai mal-mal di Indonesia terancam kehilangan pendapatannya. Mulai dari dirumahkan, hingga dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Jumlah tenaga kerja di kami ada sekitar 3 juta. Yang terdampak itu 50%, itu adalah sektor yang ada di pusat belanja atau mal. Nah di mal itu kalau 50% itu terdampak, sudah pasti angkanya sebesar itu yang akan berkurang pendapatannya, maupun dirumahkan. Jadi di 1,5 juta pegawai itu akan terjadi, dan itu belum termasuk keluarganya," kata Budi dalam webinar bertajuk Dalam Keterpurukan Penyewa dan Pusat Perbelanjaan Menghadapi Resesi Ekonomi, Senin (28/9/2020).
Budihardjo pun mengatakan industri ritel bakal rugi ratusan triliun rupiah, kok bisa?
Komentar
Posting Komentar