Dokumen Rahasia Bocor, Ungkap Kesalahan China di Awal Wabah Corona
Sebuah laporan dokumen bertanda 'dokumen internal, harap tetap rahasia' milik China terungkap. Hal ini berkaitan dengan data penanganan dan kasus COVID-19 di China.
Dalam dokumen tersebut, China mencatat 5.918 kasus baru COVID-19 yang terdeteksi pada 10 Februari. Rupanya, angka ini dua kali lipat lebih tinggi dari yang dikaporkan pada tanggal tersebut.
Dikutip dari CNN, angka COVID-19 yang lebih besar di China ini tak pernah terungkap karena pemerintah di sana cenderung meremehkan keparahan wabah COVID-19, kala menghadapi kekacauan di minggu-minggu awal pandemi.
Angka yang dirahasiakan sebelumnya tercantum di antara serangkaian pengungkapan penanganan COVID-19 lainnya dalam dokumen dengan 117 halaman, yang bocor dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Hubei, dibagikan dan diverifikasi oleh CNN.
Secara keseluruhan, dokumen tersebut merupakan kebocoran paling signifikan dari China sejak awal pandemi, dan memberikan beberapa kesimpulan yang jelas tentang apa yang diketahui secara internal oleh otoritas lokal terkait pandemi COVID-19.
Salah satu poin yang paling menonjol dalam data tersebut adalah keterlambatan penanganan pandemi COVID-19 di awal wabah. Meski pihak berwenang Hubei, China, menjelaskan kasus COVID-19 di awal wabah secara efisien dan transparan, dokumen tersebut menunjukkan bahwa pejabat kesehatan lokal mengandalkan mekanisme pengujian dan pelaporan yang cacat.
Sebuah laporan dalam dokumen dari awal Maret mengatakan waktu rata-rata antara timbulnya gejala hingga diagnosis yang dikonfirmasi COVID-19 adalah 23,3 hari, yang menurut para ahli kepada CNN akan secara signifikan menghambat langkah-langkah untuk memantau dan memerangi COVID-19.
Klaim China beberapa waktu lalu yang bersikeras menyampaikan transparansi terkait wabah COVID-19 langsung terbantah dengan adanya kebocoran dokumen tersebut.
"Jelas mereka melakukan kesalahan dan bukan hanya kesalahan yang terjadi ketika Anda berurusan dengan virus baru juga kesalahan birokrasi dan bermotif politik dalam cara mereka menanganinya," kata Yanzhong Huang, seorang rekan senior untuk global kesehatan di Council on Foreign Relations, yang telah banyak menulis tentang kesehatan masyarakat di China.
Terungkapnya dokumen tersebut bertepatan dengan desakan Amerika Serikat dan Uni Eropa kepada China untuk benar-benar mencari tahu asal-usul COVID-19. Sejauh ini, WHO menegaskan telah diberi jaminan penuh oleh China untuk mendapat akses terkait investigasi asal COVID-19.
Namun, beberapa waktu lalu, akses para ahli internasional soal catatan medial RS dan data kasus di Hubei, China, telah dibatasi. Dokumen-dokumen ini diserahkan kepada CNN oleh pelapor yang tak disebutkan namanya, mereka mengaku hanya ingin mengungkap kebenaran yang selama ini telah ditutupi.
https://tendabiru21.net/movies/battle-of-surabaya/
Pakar Sebut Rantai Distribusi Vaksin Telah Siap hingga Pelosok Negeri
Pakar Imunisasi dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH mengatakan vaksin merupakan produk biologis yang memiliki kerentanan pada perubahan suhu. Oleh karena itu, vaksin perlu tersimpan pada suhu 2-8 derajat celcius dan tetap terjaga dari pabrik sampai ke puskesmas.
Menurutnya, proses menjaga suhu vaksin dalam kondisi ideal dari awal sampai akhir disebut cold chain (rantai dingin). Dengan begitu masyarakat menjadi tahu bahwa vaksin terjaga kualitasnya sejak awal sampai ke pemberian vaksinasi.
"Darimana pun asal vaksinnya itu nanti, akan melalui pabrik vaksin kita di PT Bio Farma. Mereka sudah mempunyai armada untuk menerima dan mendistribusikan vaksin. Jadi kita sudah punya depo-depo vaksin. Kemudian Provinsi sudah memiliki cold room, atau lemari penyimpanan khusus," ujarnya dikutip dari situs resmi Satgas COVID-19, Selasa (1/12/2020).
Dia menuturkan Indonesia juga telah memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam melaksanakan program vaksinasi. Proses distribusi vaksin di Indonesia bisa dilakukan dari Aceh sampai Papua dan sudah menggunakan sistem cold chain yang baik, hingga ke pelosok negeri.
Lemari penyimpan berpendingin khusus yang ada di Provinsi, bisa menyimpan vaksin untuk jangka waktu 3-6 bulan dengan suhu terjaga di angka 2-8 derajat celcius. Pengiriman ini kemudian dilakukan secara bertahap ke level Kabupaten/Kota hingga ke rumah sakit dan puskesmas.
"Saat keluar dari cold room, vaksin pun harus cepat dimasukkan ke kotak sementara yang dirancang khusus untuk menjaga temperaturnya dalam perjalanan," ungkap dr. Jane.
Komentar
Posting Komentar