Warga DKI-Jatim Merasa Kebal Corona, Kenapa Ada yang Remehkan Pandemi?

Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo, mengatakan masih ada sebagian warga di Indonesia yang menganggap dirinya aman dari ancaman virus Corona COVID-19. Survei melihat warga di provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur jadi yang paling banyak merasa kebal Corona.
"Data beberapa bulan lalu terhadap lima provinsi adalah masih adanya masyarakat menganggap dirinya itu tidak mungkin kena COVID, yang tertinggi ternyata adalah di DKI Jakarta, yang kedua di Jawa Timur," kata Doni dalam rapat di Komisi VIII DPR, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Menurut Doni ada sekitar 30 persen warga DKI yang merasa tidak berisiko tertular COVID-19, disusul 29,20 persen warga di Jawa Timur, 18,30 persen warga di jawa tengah, 16,70 persen warga di Jawa Barat, dan 14,90 persen warga di Kalimantan Selatan.

Dengan kondisi pandemi yang sudah berjalan lebih dari setengah tahun, sebagian orang bertanya kenapa masih ada yang tak percaya ancaman bahayanya.

Kepala Laboratorium Departemen Ilmu Sosiologi Universitas Sumatera Utara (USU), Muba Simanihuruk, berkomentar kemungkinan ini karena masifnya hoax dan teori konspirasi di media sosial. Informasi keliru yang berulang-ulang disampaikan atau dibagikan lama-lama akhirnya dianggap menjadi kebenaran.

"Ini era post-truth politics. Kebohongan yang diulang-ulang masif lewat hoax dan teori konspirasi diyakini sebagian masyarakat sebagai kebenaran. Mastermind di belakang ini tentu lebih jauh lagi. Agar dokter dan pemerintah kurang, bahkan tidak dipercayai lagi. Implikasinya korban Corona meningkat dan kepercayaan pada pemerintah ambruk. Skenario terburuknya kerusuhan sosial dan pembangkangan sosial," tutur Muba.

Sementara itu ahli ilmu sosial dari Universitas Indonesia, Dr Roby Muhaman, menyebut sebagian orang mungkin juga tidak percaya karena belum melihat atau mengalami sendiri. Orang-orang cenderung lebih percaya diri pada apa yang mereka yakini.

"Bukan mereka tidak melihat datanya, mereka melihat data itu muncul dan ada ketidakpercayaan," ujar Dr Roby beberapa waktu lalu.

Perokok Anak di Indonesia Meningkat, Survei Ungkap Kemungkinan Penyebabnya

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan perokok anak usia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen di 2018. Artinya, hampir satu dari sepuluh anak di Indonesia sudah mulai merokok.
Menurut tim peneliti dari Universitas Dian Nuswantoro di Semarang, Nurjanah, SKM, MKes, meningkatnya perokok anak bisa disebabkan oleh banyaknya iklan rokok yang tersebar di sekitar sekolah.

"Iklan rokok sangat dekat dengan anak, bahkan 74 persen iklan rokok berada dalam radius 300 meter dari sekolah. Kepadatan iklan rokok terbukti berpengaruh terhadap perilaku merokok siswa, maka perlu kebijakan pelarangan iklan rokok untuk melindungi anak dari jerat industri rokok," kata Nurjanah, Kamis (3/9/2020).

Hasil survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga di Indonesia, seperti Yayasan Lentera Anak, Komnas Pengendalian Tembakau, dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) pada April sampai Juni 2020 pun menduga ada beberapa penyebab meningkatnya jumlah perokok anak. Salah satunya adalah banyak penjual rokok yang berada di sekitar sekolah.

Dalam penelitian ada 401 sekolah yang dijadikan sampel. Sebanyak 255 sekolah di Jakarta, 93 di Medan, 24 di Surakarta, dan 29 di Banggai. Sementara tempat penjualan rokok yang diteliti berjumlah 805 toko, yaitu 449 di Jakarta, 159 di Medan, 48 di Surakarta, dan 149 di Banggai.

Hasilnya, ada beberapa macam cara yang diduga dilakukan oleh para penjual rokok untuk menarik minat anak-anak. Di antaranya sebagai berikut:

- Memajangnya sejajar mata anak
- Menyediakan rokok ketengan atau batangan
- Memajangnya di dekat dengan permen atau makanan ringan
- Memperlihatkan poster iklan rokok
- Mengatur kemasan sehingga peringatan kesehatan tertutupi
- Memajang slop rokok
https://cinemamovie28.com/my-teacher-2/

Komentar

Postingan Populer