Perokok Anak di Indonesia Meningkat, Survei Ungkap Kemungkinan Penyebabnya
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan perokok anak usia 10-18 tahun mengalami peningkatan dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen di 2018. Artinya, hampir satu dari sepuluh anak di Indonesia sudah mulai merokok.
Menurut tim peneliti dari Universitas Dian Nuswantoro di Semarang, Nurjanah, SKM, MKes, meningkatnya perokok anak bisa disebabkan oleh banyaknya iklan rokok yang tersebar di sekitar sekolah.
"Iklan rokok sangat dekat dengan anak, bahkan 74 persen iklan rokok berada dalam radius 300 meter dari sekolah. Kepadatan iklan rokok terbukti berpengaruh terhadap perilaku merokok siswa, maka perlu kebijakan pelarangan iklan rokok untuk melindungi anak dari jerat industri rokok," kata Nurjanah, Kamis (3/9/2020).
Hasil survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga di Indonesia, seperti Yayasan Lentera Anak, Komnas Pengendalian Tembakau, dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) pada April sampai Juni 2020 pun menduga ada beberapa penyebab meningkatnya jumlah perokok anak. Salah satunya adalah banyak penjual rokok yang berada di sekitar sekolah.
Dalam penelitian ada 401 sekolah yang dijadikan sampel. Sebanyak 255 sekolah di Jakarta, 93 di Medan, 24 di Surakarta, dan 29 di Banggai. Sementara tempat penjualan rokok yang diteliti berjumlah 805 toko, yaitu 449 di Jakarta, 159 di Medan, 48 di Surakarta, dan 149 di Banggai.
Hasilnya, ada beberapa macam cara yang diduga dilakukan oleh para penjual rokok untuk menarik minat anak-anak. Di antaranya sebagai berikut:
- Memajangnya sejajar mata anak
- Menyediakan rokok ketengan atau batangan
- Memajangnya di dekat dengan permen atau makanan ringan
- Memperlihatkan poster iklan rokok
- Mengatur kemasan sehingga peringatan kesehatan tertutupi
- Memajang slop rokok
Viral Dugaan Dokter Bunuh Diri Korban Bullying, Kemenkes Masih Investigasi
Seorang dokter muda berinisial AB diduga bunuh diri saat sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Airlangga dan menjalani praktik di RSUD dr Soetomo. Dari laporan yang dihimpun, AB diduga bunuh diri lantaran mendapat bullying dari seniornya.
Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan Prof dr Abdul Kadir mengaku telah mendapat informasi mengenai kejadian tersebut. Saat ini telah dilakukan pendalaman dan investigasi untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai penyebab pasti kematian AB.
"Iya (masih investigasi). Kami sudah kirim tim ke sana," kata Prof Kadir kepada detikcom, Kamis (3/9/2020).
Sesuai dengan UU Pendidikan Kedokteran Nomor 20 Tahun 2013, itu peserta didik itu harus mendapat perlindungan hukum atau perlindungan dari kekerasan fisik maupun mental sehingga perlakuan bullying dalam bentuk apapun tak dapat dibenarkan.
Diwawancara terpisah, Wakil Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto mengatakan jika ada bullying yang terjadi pada mahasiswa kedokteran termasuk spesialis, pihak institusi harus menindak dengan tegas karena pelaku sudah melanggar undang-undang kode etik kedokteran.
"Jadinya kita menghimbau untuk kepada institusi pendidikan yang menyelenggarakan spesialis, untuk melakukan pengawasan dan pembinaan pada saat penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan spesialis apakah ada bullying dan lain-lain," ungkap dr Slamet.
https://cinemamovie28.com/broken-horses/
Komentar
Posting Komentar