Happy Hypoxia Ramai Dibahas, Harga Pulse Oximeter di Pasar Pramuka Naik

Beberapa pasien virus Corona COVID-19 disebut mengalami happy hypoxia, kondisi kekurangan oksigen yang tidak disadari namun berakibat fatal. Maraknya pembahasan soal ini membuat penjualan pulse oximeter meningkat.
"Iya, lagi banyak yang cari. Itu aja orang-orang oximeter yang biasa dijualnya 350-an (ribu), kan biasanya 250-an," kata Nindi, seorang penjaga toko alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Senin (7/9/2020).

Peningkatan angka penjualan pulse oximeter juga diakui Ira, petugas di toko alat kesehatan lain, juga di Pasar Pramuka. Menurutnya, kelangkaan stok mulai terasa sejak sebulan terakhir.

"Itu pas Corona kan sekarang katanya ada gejala baru, yang kadar oksigennya rendah nah sejak itu," jelas Ira.

Menurut para penjual, yang membeli oximeter umumnya para dokter dan perawat. Ada juga yang membeli untuk dijual lagi maupun dipakai sendiri.

Sementara itu, dokter paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, dr Adria Rusli, SpP(K), meyakini bahwa peningkatan minat membeli oximeter tidak akan memicu kelangkaan seperti halnya masker di awal-awal pandemi.

"Kan sangat sederhana ya, alatnya ini tidak untuk satu orang satu. Tidak seperti masker, walaupun memang saya setuju mesti dibersihkan. Cukup dibersihkan dengan cairan yang mengandung alkohol," lanjutnya.

"Jadi memang paling ideal punya sendiri, tapi kalau nggak pun satu keluarga cukup satu. Masker kan sekali pakai, ini bisa berkali-kali dipakai, bisa seumur hidup kalau batrenya diganti segala macam," jelas dr Adria.

Happy hypoxia sendiri menurut dr Adria merupakan kondisi kekurangan kadar oksigen di dalam darah yang tidak disadari pasien. Tidak ada keluhan sesak napas pada kondisi tersebut, tetapi akibatnya bisa fatal yakni memicu kematian.

Reza Artamevia Ditahan, Ini 5 Faktor yang Buat Mantan Pecandu Kambuh Lagi

Penyanyi Reza Artamevia diamankan pihak kepolisian karena dugaan kasus narkoba. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasil tes urine Reza dinyatakan positif sabu.
"Modus membeli dan menggunakan sabu-sabu. Hasil tes urine positif amphetamine atau masuk dalam kategori narkotika jenis sabu-sabu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (6/9/2020).

Ini adalah kali kedua Reza terjerat kasus serupa setelah ia sempat ditahan 4 tahun lalu. Saat itu ia diamankan di sebuah hotel di Kota Mataram, Minggu (28/8/2016) malam, bersama Aa Gatot Brajamusti dan istrinya, Dewi Aminah.

Psikolog Forensik, Reza Indragiri, mengatakan terdapat sedikitnya lima faktor yang menyebabkan mantan pecandu narkoba kembali terseret kasus serupa.

Lantas apa yang menyebabkan mantan pecandu bisa kambuh lagi?
1. Program rehabilitasi dijalankan secara klasikal dan kurang fokus pada kondisi individual
2. Detoksifikasi belum tuntas
3. Efek samping penggunaan obat resep untuk menghentikan penyalahgunaan narkoba
4. Program tidak komprehensif
5. Kehidupan sehari-hari si mantan penyalahguna tidak berubah.

"Jadi, semestinya bukan hanya seleb kambuh yang perlu ditelisik. Bagaimana program rehabilitasi yang ada selama ini, juga patut dievaluasi," ujar Indragiri dalam pernyataan yang diterima detikcom, Senin (7/9/2020).

Selain itu, Indragiri menaksir total biaya penanganan pecandu narkoba bisa mencapai 15 ribu dolar atau sekitar Rp 221,7 juta. Jumlah tersebut meliputi pengobatan, penegakan hukum, dan hilangnya produktivitas.

"Jika ditambah dengan biaya intangible, melonjak ke hampir 40 ribu dolar per orang atau setara dengan Rp 590,1 juta," tambah Reza.

Indragiri menambahkan, biaya tersebut bisa semakin bertambah apabila sang mantan pecandu narkoba kembali kambuh. Hal ini dikarenakan semua dosis obat yang diberikan harus dinaikkan. Dosis ini meliputi untuk mengatasi kekambuhan mental, emosional, dan fisik.
https://cinemamovie28.com/the-last-princess/

Komentar

Postingan Populer