Faktor yang Memperparah Infeksi Corona dan Rentang Waktu Pasien Sembuh

Ada sederet faktor yang bisa memperparah infeksi virus Corona bahkan hingga berisiko fatal. Salah satu yang menjadi faktor kondisi pasien Corona semakin parah adalah kondisi medis yang mendasari pasien sebelum terinfeksi Corona.
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS) membeberkan beberapa penyakit yang bisa berisiko parah saat terinfeksi Corona.

"Berdasarkan apa yang kami ketahui saat ini, orang dengan kondisi berikut mungkin berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah akibat COVID-19," sebut CDC dalam laman resminya, dikutip detikcom pada Senin (7/9/2020).

- Asma (sedang hingga berat)
- Penyakit serebrovaskular (mempengaruhi pembuluh darah dan suplai darah ke otak)
- Hipertensi atau tekanan darah tinggi
- Keadaan immunocompromised (sistem kekebalan yang lemah)
- Kondisi neurologis, seperti demensia
- Penyakit hati
- Kehamilan
- Fibrosis paru (memiliki jaringan paru-paru yang rusak atau terluka)
- Merokok
- Thalassemia (sejenis kelainan darah)
- Diabetes melitus tipe 1

CDC menyarankan, untuk melakukan beberapa langkah pencegahan seperti menyediakan pasokan obat setidaknya dalam 30 hari ke depan. Jangan melewatkan pengobatan dan selalu memantau kondisi kesehatan dengan menghubungi fasilitas kesehatan terdekat.

"Jangan menunda mendapatkan perawatan darurat untuk kondisi medis Anda karena COVID-19," tegasnya.

Lalu berapa lama sebenarnya pasien Corona bisa sembuh?
Berdasarkan laporan yang ada, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat seseorang yang mengidap gejala ringan virus Corona, waktu pemulihannya sekitar dua minggu. Sedangkan orang dengan penyakit parah atau kritis pulih dalam tiga hingga enam minggu.

Infeksi COVID-19 Bisa Terlihat dari Kelopak Mata, Bagaimana Tandanya?

Banyaknya gejala yang disebut sebagai tanda COVID-19, membuat para peneliti mempelajari tentang cara virus Corona merusak tubuh. Berdasarkan laporan kasus yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menjelaskan kondisi yang dialami tiga pasien COVID-19 di Italia.
Para pasien tersebut mengalami gangguan gejala terkait dengan kelainan autoimun, yang disebut myasthenia gravis. Tim dari Rumah Sakit Garibaldi, di Catania, Italia, mengatakan tiga pasien ini menjadi menjadi yang pertama kalinya dilaporkan.

Myasthenia gravis adalah kondisi jangka panjang yang langka dan menyebabkan kelemahan otot. Kondisi ini paling sering menyerang otot mata dan kelopak mata, ekspresi wajah, mengunyah, menelan, dan berbicara.

"Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan merusak sistem komunikasi antara saraf dan otot, sehingga membuat otot lemah dan mudah lelah," jelas NHS, dikutip dari Express, Senin (7/9/2020).

Berdasarkan laporan kasus yang ada, pasien yang didiagnosis tertular virus Corona mengalami myasthenia gravis. Para pasien mulai menunjukkan gejala seperti kelopak mata turun dan kesulitan menelan, seminggu setelah mengalami demam karena COVID-19.

Pasien pertama yang mengalami gejala ini adalah pria berusia 64 tahun dan mengalami demam 39 derajat Celcius, selama empat hari. Lima hari setelah mulai demam, penglihatannya mulai berbayang dan mengalami kelelahan otot, hingga akhirnya positif COVID-19.

Pasien kedua adalah pria berusia 68 tahun yang mengalami demam hingga 38,8 derajat Celcius, selama tujuh hari. Di hari ke tujuh, ia mulai mengalami gejala lain seperti sulit menelan yang mengarah ke diagnosis autoimun.

Pasien ketiga yaitu wanita berusia 71 tahun yang mengalami batuk dan demam hingga 38,6 derajat Celcius selama enam hari. Setelah gejala itu berlangsung, kelopak matanya mulai menurun, penglihatannya kabur, sampai sulit menelan. Hingga akhirnya ia dinyatakan positif COVID-19 dan juga didiagnosis mengalami myasthenia gravis.

"Waktu dan gejala gangguan neurologis lain yang dipicu infeksi ini terjadi secara konsisten. Ini menambah bukti bahwa dari gangguan neurologis lain dengan mekanisme autoimun yang diduga terjadi setelah terinfeksi virus Corona," kata para peneliti.
https://cinemamovie28.com/love-is-dead-2/

Komentar

Postingan Populer