Mengapa Ada Banyak Orang Simpati Kasus Meninggalnya George Floyd?

Kasus kematian George Floyd mengundang simpati banyak warga dunia termasuk Indonesia. Banyak orang menyuarakan protes akibat perlakukan polisi Minneapolis yang dinilai rasis.
Walaupun kasus ini berada jauh dari Indonesia, tetapi banyak yang simpati terkait kasus meninggalnya George Floyd. Mengapa begitu?

Psikolog Ghianina Armand, MSc, Child Development, Konselor dari Personal Growth menyebut sensitivitas yang terjadi di masyarakat Indonesia terkait kasus George kemungkinan karena kesamaan latar belakang keberagaman. Terlebih isu rasisme yang dinilai Ghianina masih sering terjadi di Indonesia.

"Ada kelompok mayoritas dan minoritas juga, tergantung lokasi dimana kita berada. Sehingga masyarakat mulai melihat bahwa adanya persamaan antara kondisi yang terjadi di negara kita dan Amerika, yaitu negara dengan keberagaman (diversity)," kata Ghianina saat dihubungi detikcom, Kamis (4/6/2020).

"Masyarakat Indonesia bisa mengaitkan isu rasisme yang menjadi dasar kasus George Floyd dengan isu rasisme yang masih dihadapi di Indonesia," sambungnya.

Selain itu, Ghianina menyebut manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki empati tinggi. Jadi otomatis menyuarakan hal-hal yang menurutnya tidak adil. Termasuk riwayat merasakan kondisi serupa dengan yang terjadi seperti kasus George membuat masyarakat bisa lebih sensitif. Meskipun berada jauh dari tempat kejadian.

Dihubungi secara terpisah, psikolog Nuzulia Rahma Tristinarum dari Psikolog Pro Help Center dan juga penulis buku mengatakan timbulnya sensitivitas dari masyarakat karena berkaitan dengan kasus kemanusiaan.

"Maka saat ada kejadian George Floyd, walaupun dia dari tempat yang jauh tetapi kita mampu merasakan juga dan turut berempati," kata Rahma saat dihubungi detikcom, Rabu (4/6/2020).

Senada dengan Ghianina, Rahma menyebut alasan timbulnya empati tersebut karena manusia merupakan makhluk sosial.

"Kita juga makhluk sosial yang sama, artinya punya hak dan kewajiban sama dalam kehidupan sosial. Karena kesamaan itu maka kita bisa merasakan apa yang dirasakan manusia lainnya," pungkas Rahma.

Peneliti UGM: Penerapan Herd Immunity Corona Secara Alami Berbahaya

 Penerapan strategi herd immunity untuk menghambat penyebaran virus corona jenis baru penyebab COVID-19, SARS-CoV-2 masih menjadi kontroversi. Seorang peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai herd immunity dengan infeksi secara alami sangat berisiko.
Melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom dari humas UGM, Kamis (4/6/2020), Dosen sekaligus peneliti virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr Mohamad Saifudin Hakim, M Sc, Ph D, menjelaskan bahwa herd immunity dengan infeksi secara alami sangat berisiko. Sebab, kata Hakim, tak hanya menyebabkan terjadinya sakit atau penyakit, namun individu yang terkena infeksi alami juga berpotensi menjadi agen penularan.

Hakim mengungkap kondisi tersebut akan semakin memakan banyak korban jiwa sampai pada tahap penularan dapat berhenti setelah individu yang tersisa dapat bertahan hidup dan memiliki kekebalan. Sementara itu, lanjut Hakim, dalam kasus COVID-19, belum ada kepastian apakah kekebalan yang didapat secara alami terhadap SARS-CoV-2 benar-benar dapat melindungi seseorang dalam jangka waktu yang lama atau tidak akan terinfeksi kembali.

"Sayangnya, untuk kondisi sekarang ini, vaksin masih agak jauh tahap pengembangannya untuk bisa secara efektif mengatasi COVID-19," terang dosen Departemen Mikrobiologi FKKMK UGM ini.

Hakim menjelaskan herd immunity atau yang dikenal sebagai kekebalan kelompok merupakan kondisi ketika suatu kelompok atau populasi manusia kebal atau resisten terhadap penyebaran suatu penyakit infeksi. Untuk mencapai kekebalan kelompok tersebut, sebagian besar populasi harus memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.

Dengan begitu, mayoritas populasi yang telah kebal akan dapat melindungi sebagian kecil masyarakat yang belum memiliki kekebalan, misalnya karena terdapat kontraindikasi dilakukannya tindakan vaksinasi.

"Virus itu kan butuh inang (host) untuk mempertahankan siklus hidupnya. Dan saat individu dalam populasi kebal terhadap virus tersebut, maka virus tidak bisa lagi menemukan inang untuk hidup," kata Hakim.
https://cinemamovie28.com/director/gary-winick/

Komentar

Postingan Populer