Disinfektan Disemprot Langsung ke Orang, Benarkah Bisa Picu Kanker?
Saat ini disinfektan sedang banyak digunakan, baik untuk lingkungan maupun tubuh manusia. Bahkan saat ini bilik atau chamber disinfektan sudah banyak disediakan untuk mencegah persebaran virus corona COVID-19.
Bahkan ada yang mengatakan, bahan kimia tertentu yang dipakai untuk disinfektan bersifat karsinogenik atau memicu kanker jika terkena manusia. Benarkah?
"Sebenarnya tidak, jika digunakan sesuai takaran," jelas ahli kanker dari RS Cipto Mangunkusumo, Dr dr Andhika Rachman, SpPD-KHOM, saat dihubungi detikcom, Senin (30/3/2020).
"Tapi, efek samping akut ke tubuh manusia yang lebih banyak. Biasanya yang kena itu adalah di mata, selaput lendir, dan saluran napas," imbuhnya.
dr Andhika mengatakan, hal yang dirasakan seperti terbakar dan iritasi hebat. Ini akan terjadi jika digunakan lebih dari 6 mg per liter air.
Berikut ini takaran aman untuk tiga bahan yang dicampurkan untuk membuat cairan disinfektan.
1. Klorin/Chlorin
Agar tetap aman, batas maksimum klorin biasanya digunakan sebanyak 4 mg per liter air. Jika digunakan dalam takaran tersebut, aman dari karsinogenesis.
Jika itu digunakan diatas 6 mg, akan berdampak iritasi dan bisa memicu efek toksik pada kulit dan saluran pernapasan.
"Namun, chlorin kalau diminum di atas 6 ppm (part per million) dalam jangka panjang, bisa bikin bladder cancer atau kanker kandung kencing," jelasnya.
2. Alkohol
Alkohol biasanya digunakan sebanyak 70 persen, sementara untuk pembersih tangan bisa 95 persen. Itu pun masih aman digunakan dan tidak memicu kanker.
3. Hidrogen peroksida (H2O2)
Untuk bahan satu ini, biasanya digunakan dalam jumlah yang kecil, yaitu sekitar 2 persen. Jika masih dalam takaran yang sesuai, sebenarnya masih aman digunakan.
"Tidak ada laporan yang menyebutkan bahwa tiga zat tersebut menyebabkan terjadinya karsinogenesis," tegas dr Andhika.
Penularan Corona Dipastikan Bukan Airborne Tapi Lewat Droplet, Ini Bedanya
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan tegas membantah isu virus corona COVID-19 yang disebut menular lewat airborne. Dipastikan kabar yang beredar tersebut tidak benar alias hoax.
Namun sebagian orang menganggap penyebaran lewat airborne dan droplet tidaklah jauh berbeda. Dalam laman situs resmi WHO dipaparkan bagaimana kedua penyebaran tersebut bisa dikatakan berbeda.
Simak penjelasan berikut, dikutip dari WHO pada Senin (30/3/2020).
\Bagaimana penularan lewat droplet (percikan cairan)?
Penyebaran lewat droplet terjadi ketika ada orang sakit yang batuk atau bersin sehingga mengeluarkan percikan cairan atau droplet. Apabila percikan cairan tersebut memasuki mata, mulut, atau hidung orang yang sehat, orang tersebut dapat tertular. Penyebaran droplet biasanya sejauh satu meter.
Namun, droplet juga dapat menempel pada permukaan benda. Kamu bisa saja berisiko tertular penyakit bila memegang barang yang terkontaminasi, lalu menyentuh mata, hidung, atau mulut tanpa mencuci tangan dengan sabun. Penularan seperti ini terjadi pada pilek, infeksi Ebola, serta virus corona COVID-19 yang saat ini mewabah di beberapa negara.
Bagaimana dengan penyebaran lewat airborne?
Penyebaran melalui airborne berbeda dari penyebaran droplet karena mengacu pada keberadaan mikroba dalam inti tetesan. Penyebaran lewat airborne dapat bertahan di udara dalam jangka waktu yang lama dan dapat ditularkan pada jarak lebih dari satu meter. Penyakit yang memiliki penularan lewat airborne seperti cacar air serta tuberkulosis.
Komentar
Posting Komentar