Cahaya Solidaritas dari Gedung Tertinggi Dunia
Burj Khalifa sudah ditutup untuk wisatawan. Namun bukan berarti gedung tertinggi dunia ini berdiam diri. Aksi solidaritas terpancar untuk Italia. Hal ini terlihat dari LED-nya yang masih menyala untuk menunjukkan dukungan kepada berbagai negara.
Diintip detikcom dari Gulf News, Burj Khalifa menampilkan bendera Italia di layar LED. Warna bendera juga diselingi dengan ucapan 'Kami Bersamamu'.
Dubai Media Office
✔
@DXBMediaOffice
. @BurjKhalifa in Dubai, the world's tallest skyscraper shined tonight with the colours of the Italian flag with "We are with you", as a sign of solidarity and friendship with Italy in the common challenge to overcome #coronavirus.
Lihat gambar di TwitterLihat gambar di Twitter
329
01.33 - 17 Mar 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
127 orang memperbincangkan tentang ini
"Burj Khalifa di Dubai, pencakar langit tertinggi dunia bersinar dengan warna bendera Italia dengan tulisan Kami Bersamamu. Ini jadi tanda solidaritas dan pertemanan dengan Italia dalam menghadapi virus Corona," cuit Kantor Media Dubai di akun Twitternya.
Italia sendiri menjadi negara terparah di Eropa yang dilanda pandemi Corona. Kasusnya hampir mencapai 28.000 orang.
Sebelumnya, Burj Khalifa juga sempat melakukan aksi yang sama untuk China. Ini adalah bentuk dukungan yang terus diberikan oleh Dubai untuk negara lain.
Kisah Pilu di Balik Mal 'Hantu' di Amerika Serikat
Di balik fenomena mal 'hantu' di Amerika Serikat, ada masalah ekonomi sampai sosial yang membayanginya.
Tempat wisata yang kehilangan pamornya lalu menjadi terbengkalai memang bukanlah fenomena yang mengagetkan. Hal seperti ini umum terjadi di berbagai tempat di dunia, tak terkecuali di negeri adidaya seperti Amerika Serikat (AS).
Negara superpower ini juga ternyata punya sejumlah tempat wisata yang akhirnya harus tumbang di tengah persaingan ekonomi dan teknologi. Salah satunya Mal Rendall Park di Ohio yang kini jadi mal 'hantu'.
Sebelum terbengkalai, Mal Rendall Park yang dibuka pada 1976 pernah menjadi pusat retail dan hiburan termegah se-AS. Mal ini bahkan menjadi mal indoor terluas di negara tersebut dimana lebih dari 200 toko menjajakan dagangan di sana.
Mal ini muncul tepat di masa AS memang sedang bernafsu dalam membangun mal. Pengembang mal ini yaitu Edward J. DeBartolo Sr. bahkan berambisi menjadikan mal ini bak 'kota dalam kota'.
Sayangnya pada 2009, Mal Rendall Park ditutup. Berbagai faktor menyebabkan mal ini tumbang, di antaranya penurunan bisnis dan dampak dari resesi hebat yang menimpa Amerika di 2000-an akibat perkembangan teknologi.
Seorang fotografer yang punya spesialisasi dalam mengabadikan tempat-tempat terbengkalai, Seph Lawless, berkesempatan untuk memotret kondisi terkini dari Mal Rendall Park.
Dilansir dari CNN, Lawless punya kenangan tersendiri dengan mal itu. "Saya punya beberapa memori masa kecil seperti berjalan-jalan bersama teman-teman, pergi ke toko-toko dan melihat-lihatnya," katanya.
"Mal adalah ruang komunal, mal adalah ruang bercakap-cakap raksasa sebelum ada internet," ia melanjutkan.
Lawless menyukai kegiatan fotografi tempat terbengkalai karena baginya foto itu menjadi sumber kenyamanan dan nostalgia. Selain mal, Lawless juga sudah memotret berbagai rumah sakit, taman bermain, dan sekolah yang ditinggalkan.
"Orang-orang yang tinggal di antara reruntuhan ini adalah orang Amerika yang paling miskin dan kehilangan hak pilihnya di seluruh negeri, "kata Lawless.
"Saya tahu bahwa masalah mereka juga diabaikan," ujarnya.
Komentar
Posting Komentar