Si Megah Rammang-Rammang, Karst Terbesar Ketiga Dunia (2)

Semua rumah di kampung ini berbentuk panggung. Di bawahnya digunakan untuk berternak. Jarak antara satu rumah ke lainnya tidak saling berdekatan. Menandakan lahan mereka cukup luas yang juga dipakai untuk berladang dan empang. Harga sewa perahu Rp 200 ribu untuk PP yang bisa muat 4 penumpang dan sopir. Harga yang berlaku sesuai ketetapan pemda setempat. Jadi tidak perlu khawatir. Sopir perahu siap mengantar kemanapun kita pergi. Kalau tidak ada ide, sopir akan memberi saran. Spot menarik di sini adalah Taman Hutan Batu Kapur, Telaga Bidadari, Gua Berlian, Gua Telapak Tangan, Kampung Berua dan Sungai Pute. Sungai Pute adalah sungai yang disusuri perahu untuk menjangkau satu tempat ke tempat lainnya dengan pemandangan eksotika ala pedalaman.

Sopir perahu dengan setia menunggu penumpang yang menjelajahi tempat-tempat tersebut tanpa batas waktu. Luas karst Rammang-Rammang mencakup 45.000 hektar. Memerlukan banyak trekking untuk penjelajahan ke seluruh area dengan jalanan rata dan ada juga yang menanjak mendaki bukit, menyusuri sawah, ladang, kebun, empang dan hewan-hewan ternak.

Diperkirakan Rammang-Rammang sudah terbentuk sejak 30 juta tahun lalu. Namun baru dihuni manusia 40 ribu tahun lalu. Terbukti dari tulisan tangan, simbol-simbol yang ada di dinding gunung yang masih ada sampai sekarang. Dalam bahasa Bugis, Rammang-Rammang berarti awan atau kabut. Dinamakan demikian karena kondisi alam setempat yang selalu diselimuti awan dan kabut tebal di pagi hari. Wisata Rammang-Rammang merupakan hasil perjuangan warga yang berhasil menggagalkan aktivitas penambangan batu kapur oleh 3 perusahaan China yang sudah mendapatkan izin, bahkan salah satunya sudah beroperasi. Hal itu terjadi pada tahun 2008. Hingga izin berhasil dicabut pada tahun 2013. Karena warga setempat sadar bahwa penambangan hanya akan merusak alam.

Sebagai gantinya pada tahun 2014 warga mengembangkan kawasan ini sebagai tempat wisata. Setelah dibuka untuk umum Rammang-Rammang menjadi kian popular terlebih dengan adanya internet yang terjangkau ke seluruh pelosok beserta maraknya social media. Desa pun jadi ada pemasukan. Dengan adanya retribusi dari wisatawan dari tiket masuk yang 25 persen masuk ke kas desa dan sisanya untuk operasional kelompok sadar wisata dan perbaikan infrastruktur pendukung. Kalau tidak ada semangat juang warga yang menolak penambangan, mungkin kita tidak akan bisa menikmati kemegahan Rammang-Rammang.

Semangat inilah yang patut kita contoh untuk lebih mencintai alam,menjaga dan melestarikannya dan bila mampu untuk mengembangkan potensinya menjadi tempat wisata supaya kita bisa nikmati bersama.

Selesai sarapan kami kembali ke dalam kamar untuk ambil tas dan bersiap. Sesuai saran si ibu kami pun berjalan ke dermaga yang jaraknya masih 1,5 km lagi untuk mencari perahu yang akan membawa kami keliling Rammang-Rammang. Karena harus melintasi sungai untuk sampai ke satu titik ke titik lainnya. Perjalanan menuju dermaga terasa indah sekali dengan pegunungan karst yang tampak di sepanjang jalan. Meski terik matahari menyengat tapi tidak begitu terasa. Hanya rasa senang dan damai yang menyelimuti kami. Terlebih lambaian tangan warga dengan sapaan dan senyum tulusnya yang sangat antusias menyapa kami. Semuanya masih sangat alami, tidak hanya alamnya tapi juga para penduduknya.

Komentar

Postingan Populer