Peta Wisata Sepanjang Jalur MRT Jakarta, Ayo Share Artikel Ini!
MRT Jakarta sudah bisa dicoba oleh para traveler. Jalur MRT terhubung dengan sejumlah tempat wisata di Ibukota. Ini dia petanya.
Sejak Selasa (12/3) moda raya terpadu (MRT) Jakarta mulai bisa dinikmati masyarakat dalam rangka uji coba atau trial run. Masyarakat bisa mencoba MRT Jakarta dengan mendaftar mulai Selasa (5/3) hingga (23/3 atau satu hari sebelum uji coba terakhir.
MRT Jakarta juga disambut gembira oleh para traveler yang selalu mendambakan moda transportasi yang memudahkan mereka menjelajah kota. Keberadaan MRT membuat sejumlah tempat wisata di Jakarta semakin mudah dijangkau.
Dari tempat wisata belanja seperti mal, tempat wisata olahraga, tempat wisata kuliner, museum dan taman kota. Inilah peta wisata di sepanjang jalur MRT Jakarta:
Ini Bukti Labuan Bajo Pernah Berada di Dalam Laut
Labuan Bajo adalah gerbang pariwisata ke Pulau Komodo. Di masa lalunya, Labuan Bajo dan sekitarnya pernah berada di bawah permukaan laut.
Ada bukti yang tersimpan kokoh di Ibu Kota Manggarai Barat ini, yakni Gua Batu Cermin di Kampung Wae Kesambi. Letaknya tak jauh dari pusat kota, sekitar 4 kilometer saja. Lokasi mudah diakses menggunakan mobil.
Sebagai tempat wisata di Labuan Bajo, kawasannya cukup tertata. Setelah membayar tiket Rp 20 ribu dan biaya pemandu wisata Rp 50 ribu untuk satu grup, kami memulai perjalanan. Pemandu bernama Markus (32) menjelaskan berdasarkan materi pokok, diselingi humor sesekali.
Tim detikcom yang ikut Teras BRI Kapal Bahtera Seva III memulai langkah di lintasan pejalan kaki, Minggu (24/2/2019). Di kanan dan kiri, ada bambu berduri, orang sini menyebutnya bambu to'e (Bambusa blumeana).
Batu-batu besar berjajar, ada yang berbentuk seperti jamur payung raksasa. Batu besar bagian atas bisa seimbang meski sekilas seperti bertumpu di titik kecil, seperti payung yang bertumpu pada gagangnya.
Tibalah kami berlima di mulut gua. Puncak gua memaksa pengunjung untuk mendongak, karena posisinya menjulang 75 meter. Setelah melewati 25 anak tangga, terlihat stalaktit menjuntai dan stalakmit menyembul.
Mengenakan helm kuning, kami mulai masuk sisi gelap gua ini. Kontan saja, "Duk!" Kepala disambut oleh kerasnya batu. Aman! Helm ini masih cukup kuat menjadi pelindung.
"Menurut sejarahnya, gua ini ditemukan oleh orang Belanda bernama Theodor Verhoeven tahun 1951," kata Markus sambil memegang senter.
Entah apakah Verhoeven sang misionaris sekaligus arkeolog itu menemukan gua ini sendiri tanpa bantuan warga lokal atau tidak, yang jelas memang nama Verhoeven yang dikenalkan sebagai penemu gua ini. Verhoeven juga dikenal karena temuannya di Liang Bua, gua di sudut lain Pulau Flores ini, yang belakangan menjadi tempat ditemukannya subfosil Homo floresiensis alias Hobbit yang menghebohkan itu.
Markus melanjutkan langkah hati-hatinya di kegelapan Gua Batu Cermin ini. Dia menyorot ke bawah dan ke depan. Cahaya ponsel kami turut menerangi lantai gua supaya kami tak terantuk. Lorong sempit memaksa kami tunduk berjongkok atau merangkak. Sampailah Markus pada dinding gua yang tersusun oleh fosil-fosil kerang.
"Menurut Verhoeven yang menemukan fosil kerang dan karang di sini, gua ini berada di dalam laut pada zaman dulu. Namun karena gempa bumi maka daratan naik," kata Markus.
Jadi, Labuan Bajo adalah fenomena dasar laut yang terangkat ke daratan. Di kalangan geologi, ini disebut sebagai tektonisme.
Gua ini juga memiliki semacam ruang terbesar di dalamnya, ada banyak cekungan di langit-langitnya. Tak hanya kerang, ada pula fosil kura-kura di sini. Untuk yang satu ini, saya baru paham setelah diberitahu bahwa batu yang menempel di langit-langit adalah fosil kura-kura, kurangnya cahaya juga memengaruhi pengamatan.
Komentar
Posting Komentar