Menjelajahi Turki dengan Budget Mahasiswa (2)

Bayangan lelah setelah berbulan-bulan mengerjakan project inovasi demi lolos dalam event dan berpuluh kali tolakan sponsor menghantui. Kami stuck tetapi masih memiliki keyakinan meskipun di nalar secara logika adalah mustahil mendapatkan uang tiket Rp 25 juta dalam sekejab. Tuhan Maha Baik, 2 hari kemudian kami benar-benar berangkat. Momen mengharu biru pun terjadi ketika roda pesawat berhasil mendarat di tanah Turki.

Marhaba Turkiye!! Semua rintangan yang membawa kami sampai di tempat ini menyulut jiwa traveling untuk menjelajah lebih banyak, tentunya setelah event selesai. Puas dengan Istanbul, kami memberanikan diri untuk mengunjungi Uludag, pegunungan yang dipenuhi oleh gumpalan salju sepanjang tahun.

Untuk mencapainya, perjalanan paling efektif adalah dengan menyeberangi laut dari Istanbul menuju Bursa kemudian dilanjutkan dengan menaiki teleferik hingga tiba di puncak Uludag. Pemandangan salju sejauh mata memandang dari atas teleferik sangat menawan. It was my really first snow.

Budget terbatas tak lantas menghalangi kami untuk berjumpa Cappadocia. Tak bisa pesawat, bus pun jadi. Cappadocia merupakan daerah bersejarah di sebelah barat daya kota besar Kayseri.

Setelah melalui 8 jam perjalanan, pemandangan berupa lembah dan perbukitan yang terbentang, lengkap dengan kerucut ukiran menyambut kami. Di daerah ini kami juga berkesempatan menyusuri gua-gua, lorong dan kota bawah tanah bekas era Hittite 1800 SM.

Menjelang fajar, kami mengendarai mobil meluncur ke arena balon terbang. Sungguh, memang cerita yang terkenal tentang keindahan balon udara di tempat ini adalah benar. Aku tidak bisa lupa, momen ketika balon-balon itu mulai diterbangkan, ia membumbung tinggi ke arah langit menutupi sinar matahari yang menggeliat mulai muncul.

Rasanya aku terhipnosis oleh pemandangan spektakuler siluet sunrise langit dengan balon udara berwarna-warni melayang lembut diantaranya. Meskipun belum bisa ikut terbang bersama balon tersebut, momen itu sangat luar biasa.

Tak kalah menarik dalam setiap perjalanan adalah menguji kemampuan adaptasi. Menerima kenyataan bahwa sebagian besar penduduk Turki kurang bisa menggunakan bahasa Inggris menjadi tantangan tersendiri. Momen kebingungan, salah menaiki transportasi hingga nyasar pun tak terelakkan. Tapi bonusnya, kami belajar mandiri dan lebih cepat menyesuaikan diri. Bonus lainnya adalah membangun relasi.

Siapa sangka, momen nyasar dan kebingungan mempertemukan kami dengan traveler dari Mesir. Relasi lain kami dapatkan ketika menggunakan Airbnb untuk menghemat budget penginapan. Malah, mereka dengan senang hati menceritakan tentang Turki secara gratis, dan kamipun sharing tentang Indonesia.

Banyak kejadian sulit lainnya yang terjadi di sepanjang perjalanan, tapi memang itu pembelajaran berharganya. Perjalanan Turki hanya berawal dari mimpi yang meraung-raung untuk diperjuangkan. Perjalanan ke Turki membuktikan kepadaku bahwa kekuatan mimpi dan kesungguhan adalah nyata. Aku semakin terpacu untuk mengunjungi banyak negara lainnya.

Traveling with purpose bagiku bukan hanya sekedar jalan-jalan tetapi membuka pengetahuan baru tentang dinamika peradaban di suatu wilayah, yang dapat memperluas cakrawala tentang keanekaragaman dan perbedaan.

Dubai menjadi salah satu bucketlist selanjutnya untuk diwujudkan. Selain ingin mengunjungi semua destinasinya, aku begitu tertarik dengan peradaban Dubai selama 50 tahun terakhir dimulai dari yang hanya negara miskin menjadi salah satu negara paling mewah di dunia. Tentunya, selama di sana banyak kisah yang dapat dipelajari, serta informasi yang dapat dibagi dan cara terbaik untuk mendapatkannya adalah mengunjungi negaranya secara langsung.

Komentar

Postingan Populer