Kolkata, Kota Cantik yang Isinya Bangunan Instagramable (2)
Saya sebenarnya cukup terkejut dengan kota ini. Tak seperti yang saya bayangkan, kota ini ternyata tak seburuk yang diberitakan. Paling tidak, itulah yang saya rasakan saat datang pertama kali. Walaupun di malam tadi saya melihat beberapa gelandangan di depan teras toko, pagi ini terasa berbeda.
Jalan-jalan yang saya dan kawan saya lalui lengang, sepi, tak terlalu kotor. Tak ada kemacetan dan penduduk yang berlalu lalang, seperti yang kerap saya lihat di berita-berita atau saya dengar dari orang-orang. Trotoarnya pun lebar, sehingga nyaman ditapaki. Sampah-sampah yang saya duga akan bertebaran di mana-mana pun tak terlihat.
Kawan saya berpendapat, ini karena kami berada di tengah kota. Layaknya di Jakarta, Jalan Thamrin-Sudirman pasti bersih, katanya. Saya bilang, mungkin di pagi hari, para gelandangan itu sudah pergi sehingga jalan terlihat bersih dan lengang. Setelah kembali ke kota ini di hari terakhir, kami baru menyadari satu hal, ternyata ini adalah hari libur Nasional, pantas saja jalan-jalan terasa sepi.
Tujuan utama kami adalah Victoria Hall. Namun ternyata bukan Victoria Hall objek pertama yang kami temui. Tanpa sengaja, kami melihat sebuah Katedral putih yang amat cantik. St Paul Cathedral namanya. Katedral ini dibangun 1837 oleh seorang pendeta Inggris, Daniel.
Dari jauh, sudah terlihat jelas kalau gereja ini bergaya Gothic Revival, gaya yang memang sedang popular saat itu di Eropa. Lengkung-lengkung jendela gereja, menara yang tajam, jendela-jendela besar, ada di sini. Ciri khas yang juga digunakan di gereja-gereja Eropa seperti Notre Dame.
Pintu gerbang gereja tertutup rapat. Untung ada seorang penjaga yang melihat kami celingak-celinguk. Ia awalnya tak memperbolehkan kami masuk, namun akhirnya ia membiarkan kami memotret bagian luar gereja. Hanya luarnya. Padahal, saya amat ingin masuk dan melihat interior gereja ini. Kali ini, negosiasi saya gagal total.
Puas berfoto di gereja putih, perjalanan kami lanjutkan ke Victoria Memorial, gedung termegah di Kolkata. Berada di depan Victorial Memorial, tak seperti berada di India.
Bangunan yang dibuat untuk menghormati wafatnya Queen Victoria ini sangat sangat Eropa, berwarna putih dengan kubah ala Byzantium, menggabungkan gaya arsitektur Eropa dan Islam India. Terdapat taman besar dan danau di depannya, sayangnya tidak terlalu indah. Saat orang-orang bersari hilir mudik di taman ini, saya jadi membayangkan tarian di film India
Setelah berjalan cukup jauh di bawah terik matahari Kolkata yang menyengat, akhirnya kami sampai di Sungai Gangga. Warnanya lebih bening ketimbang warna sungai Ciliwung di Jakarta. Kami mulai melihat secuil kehidupan asli warga Kolkata di sini.
Ada perahu kecil milik nelayan yang bersandar, ada perahu besar yang digunakan entah untuk apa. Terdapat pula belasan warga mandi, mencuci, dan menggosok gigi.
Tak beda sebenarnya dengan desa-desa di Indonesia. Bedanya, di Indonesia sungai yang biasa dipakai mencuci lebih bersih dan jernih, serta tak ada yang tidur-tiduran di dekatnya. Ternyata banyak tunawisma yang berdiam diri di pinggir sungai.
Saat berjalan tadi, kami melewati gang-gang perumahan, sehingga bisa melihat kehidupan masyarakat Kolkata. Berbeda dengan area umum yang terkesan kumuh, area perumahan ini rapi dan bersih, tak ada sampah.
Bangunannya indah, bercat warna-warni walaupun terkelupas di sana-sini. Kami bisa melihat warga India, yang entah mengapa lebih banyak laki-lakinya, duduk-duduk sambil berbincang atau yang paling umum bermain kriket di depan gang rumahnya. Tak ada yang mengganggu kami, walaupun tak ada juga yang menyapa kami dengan ramah.
Area perumahan memang rapi karena tak ada tunawisma di sana, sementara area publik terkesan jorok karena banyaknya tunawisma yang menjadikan tempat itu sebagai rumahnya. Ah, Kolkata memang punya banyak cerita. Padahal saya hanya sehari saja di sana.
Perjalanan eksotis saya ke Kolkata sudah dua tahun berlalu. Rasanya ingin kembali datang ke destinasi eksotis lainnya di dunia, Dubai salah satunya. Selain punya destinasi wisata modern seperti Burj Al Khalifa, Jumairah Beach, Dubai Mountain, Dubai punya wisata cultural yang masih original. Pada Tepian sungai Dubai (Dubai Creek), saya bisa menyaksikan sejarah dan rumah asli masyarakat di Museum Dubai, menyebrang menggunakan perahu rakyat, dan cuci mata di Dubai Soak.
Komentar
Posting Komentar