Desa Indah di Pedalaman Kalimantan (2)
Jangan kaget ketika tiba-tiba ada air turun membasahi pipi namun beberapa detik setelahnya tetesan air itu menghilang. Puncak ini benar-benar indah dengan pepohonan meratus yang menjulang tinggi, tanah kuning keemasan yang licin, dan kabut yang menutupi pandangan. Untuk naik ke puncak inipun penuh tenaga ekstra bahkan saat berada di turunan.
Di ujung turunan bukit, akan ditemukan sebuah sungai dan tak lama saat matahari kembali tenggelam lagi kami akhirnya mulai menapaki perkebunan karet. Kami pun tiba di Desa Juhu sekitar pukul 9 malam. Di Desa Juhu, hanya ada satu sampai dua rumah saja yang memiliki penerangan dan itupun berasal dari mesin generator aki yang dibawa dari kota.
Semua rasa lelah dengan perjalanan selama dua hari jalan kaki itu terbayar ketika melihat keindahan Desa Juhu di keesokan pagi. Rumput pedesaan begitu hijau dan rapi. Udaranya dingin dan sejuk. Kita bisa melihat anjing, kucing, dan bahkan kerbau di lingkungan yang sama. Desa ini benar-benar desa terindah dan desa tertinggi di Kalimantan.
5 Agustus 2018 merupakan hari pertama program pengabdian di Desa Juhu. Dari Balai Adat Desa tempat kami tidur, kami harus melewati hutan dan tiba di komplek perumahan Desa Juhu. Komplek perumahan ini dibangun secara gotong royong pada sekitar tahun 2012. Komplek perumahan ini benar-benar menawan dengan sekitar 49 rumah berjejer sejajar mengikuti kontur turunan. Cat rumah dibuat seragam dengan warna putih dan biru.
Warga yang tinggal di sini berbicara bahasa Dayak tapi jangan khawatir karena mereka bisa memahami bahasa pendatang. Kebanyakan dari mereka beragama Kaharingan. Kaharingan merupakan suatu keyakinan adat lokal suku Dayak, semacam kepercayaan yang sudah sejak lama ada di masyarakat lokal Dayak di Kalimantan. Mata pencaharian mereka sebagian besar adalah berladang, beternak, menjual hasil kayu manis, dan juga menganyam.
Program kami dalam perjalanan ini diantaranya adalah mengajar. Walaupun sekolah yang tersedia di sana hanya ada sekolah dasar tapi setidaknya anak-anak Desa Juhu dapat memperoleh pendidikan. Total muridnya hanya sekitar 35 orang dimana kelas satu masih belum memiliki seragam dan kelas enam hanya berjumlah dua orang.
Salah satu diantaranya begitu tertarik dengan bahasa Inggris ketika saya menggumamkan kata-kata yang bisa tertulis di sampul buku tulis. Saya begitu menghargai semangat belajar mereka. Dan bahkan, pembakal (kepala desa) Desa Juhu merupakan seorang sarjana lho.
"Kami mungkin tertinggal dan kami ingin maju, tapi jangan hancurkan hutan kami,"
Begitulah kisah perjalananku yang luar biasa hanya dengan bermodalkan Rp 100.000 rupiah. Dengan segala ketidakmungkinan nilai peluang akan selalu satu dan diantaranya pasti ada setidaknya nol nol sekian persen kemungkinan. Bukan begitu?
Demikian halnya dengan mengikuti program Dream Destination Dubai. Dengan ratusan peserta, saya yang merupakan mahasiswi semester 5 Agroekoteknologi berharap bisa mengikuti program ini dan terpilih sebagai finalis yang berangkat agar lebih banyak cerita, motivasi, dan pengalaman menarik yang bisa saya bagikan. Saya ingin tahu bagaimana kota dengan pusat bisnis ini berkembang dan menceritakannya pada mereka yang memiliki motivasi sama.
Saat di Dubai nanti saya ingin sekali pergi ke pasar sayur dan buah Al Aweer, sesuai jurusan dan minatku saya ingin tahu bagaimana sebuah kota yang tak pernah tidur ini mengelola agri marketnya. Selain itu, saya juga ingin mengunjungi Burj Khalifa.
Bersepeda di Jalur Sepeda Al Qudra mungkin akan jadi salah satu destinasi yang kuharapkan karena sepanjang hidupku saya selalu bersepeda ke sekolah bahkan ke kampus. Terakhir, saya ingin merekam dan mengabadikan semua kenangan dalam potret maupun tulisan.
Komentar
Posting Komentar